Saturday, May 24, 2014

Muhtaza dan Anjani, Berjaya di AS

Jumat, 23/05/2014 12:31 WIB
Muhtaza dan Anjani, Berjaya di AS karena Ciptakan Kulkas Tanpa Listrik
Nograhany Widhi K - detikNews




Moza (kiri) dan Anjani (kanan) (Foto: dok Intel)


Jakarta - Muhtaza Aziziya Syafiq dan Anjani Rahma Putri, dua siswi SMA Negeri 2 Sekayu, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, menyabet penghargaan di ajang Intel ISEF (International Science and Engineering Fair) di Los Angeles, AS. Mereka menciptakan kulkas tanpa listrik yang ramah lingkungan. Inspirasinya dari sang nenek yang sering mengalami mati listrik. 

"Idenya itu dari nenek di kampung di daerah Musi Banyuasin. Di pelosok itu, nenek saya listriknya terbatas, padahal punya potensi buah-buahan dan makanan banyak. Kalau menyimpan hanya ditutup sama karung, kan nggak higienis, sudah membusuk juga. Nah, saya berusaha mencari pendingin kulkas tanpa listrik," kata Muhtaza Aziziya Syafiq yang akrab disapa Moza dalam perbincangan dengan detikcom, Kamis (22/5/2014). 

Moza yang pernah mengikuti Olimpiade Fisika tingkat nasional ini lantas mengingat satu hukum fisika, hukum gas ideal. Hukum itu menyatakan bahwa bila tekanan turun, maka suhu akan turun. 

"Jadi saya berpikir kalau bisa menurunkan tekanan suatu zat maka akan bisa menurunkan suhunya juga dong," tutur Moza.

Ide itu terpikirkan dalam ekstrakurikuler Karya Ilmiah Remaja (KIR) yang diikuti Moza. Dalam ekskul KIR ini Moza kemudian berpartner dengan kakak kelasnya, Anjani Rahma Putri. Mulailah mereka menerapkan hukum gas ideal itu untuk membuat kulkas buatan tanpa listrik.

Menariknya, Moza dan Anjani memakai barang-barang bekas untuk membuat perkakas tanpa listriknya. Moza menjelaskan alatnya itu dibuat dari kontainer plastik. Kontainer ini biasa untuk mewadahi pakaian yang biasanya dijual di supermarket. Kontainer itu dilapisi styrofoam di semua sisinya, kemudian dilapisi lagi dengan kertas aluminium.

Alat lainnya 2 kaleng dari bekas kemasan minuman bersoda diletakkan di dalam. Satu berisi arang dari kayu gelam yang sudah diproses, yakni direndam memakai cairan NaOH, serta dioven selama 1 jam dengan suhu 150 derajat Celsius. Satu kaleng lagi berisi alkohol 75% yang biasa dijual di apotek seharga Rp 3.000.

"Di daerah kami potensi besarnya kayu gelam, tapi itu digunakan untuk bangunan. Sisa-sisanya, yang bongkahan kecil itu dibuang jadi limbah. Jadi sayang kalau nggak digunakan, daripada digeletakkan saja di pinggir ya kami gunakan," jelas dara kelas 11 kelahiran Jakarta, 25 September 1997 ini. 

Satu alat lagi, yakni pompa vakum, yang dibuat dari botol bekas minuman bersoda. Pompa vakum ini dipasang di luar untuk menurunkan tekanan uap alkohol sehingga bisa dijerat arang aktif. Jadi, total untuk membuat alat ini 'hanya' membeli kontainer dan alkohol yang totalnya Rp 53 ribu.

Cara kerjanya, pompa vakum dioperasikan hingga 2 hingga 4 jam. Tujuannya, pompa ini menurunkan tekanan uap alkohol. Setelah uap alkohol diturunkan tekanannya, partikel uap itu dijerat oleh arang aktif. Hasilnya, bisa menurunkan suhu hingga 5,5 derajat Celsius. Suhu ini seperti suhu kulkas dan bisa dimanfaatkan untuk mengawetkan buah dan makanan. 

Moza mengatakan awalnya alat buatan mereka yang dinamakan 'Green Refrigerant Box' ini dilombakan di Olimpiade Peneliti Siswa Indonesia (OPSI) yang digelar Kemendikbud, Oktober 2013 lalu. Di ajang ini mereka meraih medali perak. Dari sini pula para pemenang diseleksi untuk mengikuti Intel ISEF (International Science and Engineering Fair) di Los Angeles, AS. Ternyata, juri di ajang Intel ISEF ini kepincut dengan alat buatan mereka. 

Hasil dari ajang Intel ISEF, mereka meraih peringkat ketiga di kategori Engineering Materials & Bioengineering dan mendapatkan hadiah senilai US$ 1.000 atau sekitar Rp 11 juta. Alat temuan mereka juga sukses menggaet US Agency for International Development (USAID) yang memberikan dana hibah sebesar U$ 10.000 atau sekitar Rp 100 juta. 

Moza mengatakan dana dari USAID ini rencananya untuk mengembangkan dan menyempurnakan kulkas tanpa listrik buatannya itu. Moza berharap, alat buatannya ini segera bisa diproduksi massal agar bisa bermanfaat buat warga di daerahnya yang suka defisit listrik sehingga hasil alamnya cepat membusuk.

Satu lagi yang didapat Moza dari ajang Intel ISEF, banyak yang menawarinya beasiswa untuk kuliah.


"Moza penginnya jadi ilmuwan atau peneliti yang kerja di lab. Di @america kemarin dari Kedubes AS sudah bilang, tinggal apply ke universitas mana yang dikehendaki, kalau lolos mereka bersedia memberikan beasiswa. Yang pertama pengin ke MIT (Massachusets Institute of Technology), terus Stanford. Ada saran dari Profesor di LIPI, disarankan masuk Edinburg, Inggris, ambil fisika. Sekarang sudah mulai apply-apply," kata dara yang hobi menulis karya ilmiah dan menari modern ini.

Pengalaman ke luar negeri pertama kalinya pada 11-16 Mei di Los Angeles membuatnya kegirangan. Moza mengaku bertemu beberapa pemenang Nobel bidang fisika dan kimia. 

Hal yang sama diungkapkan rekannya, Anjani, yang baru saja lulus Ujian Nasional (UN). "Ke luar negeri, excited, tapi jetlag, jam tidur kita beda jauh. Jam dua siang di Amerika saja saya sudah menguap-nguap," kata dara kelahiran Palembang 13 Januari 1997 ini.

Bila Moza ingin berkuliah di AS atau Inggris, Anjani sangat berharap diterima di Fakultas Teknologi Industri (FTI) Institut Teknologi Bandung (ITB). Dia juga ingin mendaftar kuliah di Jepang melalui program beasiswa pemerintah Jepang, Monbukagakusho. Cita-cita gadis yang memiliki hobi menulis esai ini, ingin berkarier menjadi peneliti atau terjun ke industri minyak dan gas. 

Yang tak kalah berperan adalah guru pembimbing mereka, Dimas Candra Atmaja (30). Ada yang menarik dari penuturan sang guru, bahwa kedua siswa didiknya ini bukanlah juara kelas, masuk 3 besar juga tidak. Jadi apa rahasianya?

"Mereka ini aktif bertanya, aktif mencari tahu. Saya sebagai guru hanya mendukung saja," kata sarjana pendidikan kimia dari Universitas Sebelas Maret ini ketika ditemui detikcom di Hotel Kaisar, Jalan Duren Tiga, Jakarta Selatan, Kamis kemarin. 

Sebagai guru, dia memberikan kesempatan seluas-luasnya buat para murid untuk mengeksplorasi ide. Ada satu pesan yang selalu disampaikannya. "Berbuat salah saat belajar itu tidak apa-apa. Jangan berbuat salah setelah purna belajar, seperti nanti kamu jadi pejabat, nanti efeknya merugikan masyarakat," tuturnya.

Sumber : news.detik.com

0 komentar:

Post a Comment