Universitas Sebelas Maret

Together we make a bright future with Sebelas Maret University

Pendidikan Teknik dan Kejuruan

Universitas Sebelas Maret Surakarta

keluarga besar PTM 2012

universitas sebelas maret surakarta

Gerbang Depan Universitas Sebelas Maret Surakarta

Together we make a bright future with Sebelas Maret University

Kampus V Pabelan - UNS SURAKARTA

PENDIDIKAN TEKNIK DAN KEJURUAN

Thursday, June 12, 2014

Tolak Jalur Instan Jadi Guru!



Tolak Jalur Instan Jadi Guru!

Mahasiswa UNS tolak jalur instan PPG jadi guru

SOLO - Aksi penolakan Pendidikan Profesi Guru (PPG) sebagai jalur instan untuk menjadi guru dilakukan para mahasiswa dengan menggelar audensi antara PPG (Pendidikan Profesi Guru) bersama DEKANAT FKIP UNS, di ruang Aula gedung F FKIP UNS, Selasa (10/6/2014).

Dalam audiensi yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan bekerjasama dengan Dekanat FKIP ini dihadiri oleh sekira seribu mahasiswa. Pasalnya, saat wisuda Juni 2014, lulusan FKIP UNS tidak akan memperoleh sertifikat akta 4 (sertifikat izin mengajar).

Bila ingin mendapatkan izin mengajar harus melalui jalur PPG bersama dengan para sarjana NonPendidikan yang beralih profesi menjadi guru. PPG merupakan salah satu program pemerintah dalam hal kuliah profesi guru selama satu tahun pasca sarjana.

Menurut rencana, PPG akan diselenggarakan pada 2015 di Lembaga Penghasil Tenaga Kependidikan (LPTK) yang ditunjuk atau yang telah memenuhi syarat oleh Mendikbud. Namun, rencana itu menuai kekecewaan para mahasiswa. Sebab, PPG hanyalah jalur instan menjadi guru. Yang menjadi poin penting perhatian kalangan akademisi adalah diperbolehkannya sarjana Nonkependidikan untuk mengikuti program PPG.

Dekan FKIP UNS yang sekaligus ketua FORKOM FKIP Negri se-Indonesia, Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, mengungkapkan bahwa guru haruslah dididik secara konkeren.

"Artinya diharapkan guru harus sesuai dengan disiplin ilmunya. Guru haruslah dibina secara bertahap dan memiliki jiwa ingin mengajar sejak awal," jelasnya di Solo Jawa Tengah, Selasa (10/6/2014).

Ketua BEM FKIP UNS, Eko Pujianto, dalam audiensi tersebut, menyatakan mahasiswa FKIP UNS juga menolak keikutsertaan sarjana Nonkependidikan sebagai peserta PPG.

Menurut Eko, guru adalah profesi yang mulia, profesi yang tidak hanya mempertaruhkan satu jiwa tapi ratusan jiwa, satu generasi bangsa. Dari paradigma pendidikan inilah guru haruslah memiliki komitmen untuk menjadi guru dari awal. Guru bukanlah profesi pilihan kedua (second job).

Bentuk dukungan dari penolakan tersebut dengan melakukan penandatanganan surat pernyataan yang ditandatangani oleh Ketua BEM FKIP UNS, Eko Pujianto mewakili Mahasiswa dan DEKAN FKIP UNS Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd mewakili jajaran dekanat. Selain itu, yang harus diperhatikan dalam PPG adalah kesiapan LPTK sebagai penyelenggara PPG, kuota yang tidak berimbang dan biaya yang mahal.

"Contohnya adalah sampai audiensi hari ini Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, FORKOM FKIP Negeri se-Indonesia belum mengetahui biaya yang harus dibayarkan para peserta PPG yang akan diselenggarakan 2015 tahun depan," terang Eko.

Sebab itulah Eko juga menyatakan hasil dari audiensi akan digunakan mahasiwa seluruh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS menolak PPG bagi Sarjana Non Kependidikan. Pemerintah seharusnya melakukan pembatasan terhadap menjamurnya LPTK di Indonesia dan meningkatkan mutu LPTK yang ada di Indonesia.

"Walaupun tuntutan ini sudah pernah ditolak oleh MK ketika ada yang mengajukan Judicial Review UU. Tapi menurut kami perjuangan ini masih perlu dilanjutkan walaupun harus turun ke jalan, demi Pendidikan Indonesia di masa depan. Dan totalitas untuk pendidikan," pungkasnya.(ade)

sumber : http://kampus.okezone.com/read/2014/06/10/560/996712/tolak-jalur-instan-jadi-guru



Saturday, May 24, 2014

FILTER DARI PELEPAH PISANG

Rabu, 14/05/2014 18:05 WIB

Meitri Widya, Dara Manis Pencipta Ide 'Gila' Filter dari Pelepah Pisang

Ropesta Sitorus - detikNews


Jakarta - Pelepah pisang mungkin hanya sekedar jadi barang tidak berguna bagi sebagian besar orang. Tapi hal yang sama tidak terjadi di tangan Meitri Widya Pangestika. Dara 18 tahun kelahiran Kudus, 30 Mei 1996 ini 'menyulap' pelepah pisang jadi suatu inovasi yang punya fungsi tinggi.

Tak tanggung-tanggung, lewat inovasinya, pelepah dan tangkai daun pisang dimanfaatkannya untuk menyaring udara yang kotor penuh karbon monoksida.

"Dari pelepah itu dibuat jadi filter yang bisa menyerap karbon monoksida, bisa dipasang di knalpot dan ada juga yang bisa digunakan di masker," kata dia kepada detikcom di kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat, Rabu (14/5/2014). Meitri adalah salah satu dari 16 siswa dan mahasiswa yang terpilih sebagai Outstanding Students of the World 2014.

Dari mana ide brilian itu datang ke pikiran Meitri? Ternyata kondisinya mirip seperti ketika Sir Issac Newton tiba-tiba dapat ilham tentang temuannya yang melegenda itu, teori gravitasi. 

Alkisah, Meitri sedang duduk di bawah pohon pisang. Lalu dia melihat pelepah pisang yang isinya bersih sekali. "Di tempatku banyak pohon pisang. Suatu hari saya sedang istirahat di bawah pohon pisang. Udaranya sejuk sekali. Saya kepikiran, apa sih yang ada di pelepah ini makanya udaranya bisa terasa bersih," katanya dengan mata berbinar.

Gadis yang murah senyum itu terdorong rasa penasaran meneliti kandungan di pelepah pisang. Dibantu mahasiswa Undip yang memang menjalin program kerjasama dengan sekolahnya di SMAN 2 Kudus, Jawa Tengah, dia mulai bereksperimen.

Pelepah dikeringkan, dan diproses karbonasi. Hasilnya dibuat jadi filter. "Kalau dipasang di motor, dia bisa menyaring karbonmonoksida hingga 76%, kalau dibuat di masker efek filterisasinya 94%," bebernya.

Tapi inovasinya tak langsung berhasil. “Saya butuh dua tahun, ya gagal coba lagi, gagal coba lagi, begitu terus sampai berhasil,” katanya.

Meitria mengaku dia sempat dianggap aneh dengan segala ide-idenya. Dia bilang sempat bereksperimen membuat krupuk dari tulang ayam, membuat pelepah pisang penyerap nikotin, dan enceng gondok untuk menyerap zat timbal.

"Yang lain itu kurang berhasil. saya sempat khawatir juga, apa ini bisa berhasil. Ini ide yang gila. Guru saya juga bilang, ide ini gila, harusnya muncul di kalangan mahasiswa, tapi ini saya masih SMA sudah mikirin kayak gitu. Gilanya lagi, saya anak cewek, saya ke bengkel sendirian bawa knalpot buat diuji coba pakai filter itu," kata dia tertawa.

Meski teman-temannya juga sempat mempertanyakan “kegilaannya”, Meitri yang bercita-cita jadi peneliti, tetap serius berinovasi. Untungnya dia juga didukung oleh orang tuanya.

"Saya ingin buat ini secara massal sehingga bisa bermanfaat untuk banyak orang. Sekarang ini belum polusinya luar biasa, tapi polisi saja yang tiap hari di jalanan hanya pakai masker biasa. Mudah-mudah nanti ada pihak yang mau mendanai pengembangannya," kata siswi yang ingin masuk jurusan Teknik Fisika UGM itu.

Temuan dari bahan pelepah itulah yang mengantarkan Meitri menjadi salah satu dari 16 peserta program Outstanding Students For the World 2014. Program tahunan itu memfasilitasi sejumlah siswa dan mahasiswa yang dianggap berprestasi untuk unjuk kebolehan ke luar negeri. Tahun ini, para pelajar yang terkemuka itu akan berkunjung ke Kanada selama seminggu, 18-25 Mei mendatang.

"Saya direkomendasikan oleh LIPI. Tahun 2013 saya pemenang kedua Lomba Karya Ilmiah di bidang Ilmu Pengetahuan Alam dengan mengangkat inovasi pelepah pisang itu," ungkapnya.

Sumber : news.detik.com

Muhtaza dan Anjani, Berjaya di AS

Jumat, 23/05/2014 12:31 WIB
Muhtaza dan Anjani, Berjaya di AS karena Ciptakan Kulkas Tanpa Listrik
Nograhany Widhi K - detikNews




Moza (kiri) dan Anjani (kanan) (Foto: dok Intel)


Jakarta - Muhtaza Aziziya Syafiq dan Anjani Rahma Putri, dua siswi SMA Negeri 2 Sekayu, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, menyabet penghargaan di ajang Intel ISEF (International Science and Engineering Fair) di Los Angeles, AS. Mereka menciptakan kulkas tanpa listrik yang ramah lingkungan. Inspirasinya dari sang nenek yang sering mengalami mati listrik. 

"Idenya itu dari nenek di kampung di daerah Musi Banyuasin. Di pelosok itu, nenek saya listriknya terbatas, padahal punya potensi buah-buahan dan makanan banyak. Kalau menyimpan hanya ditutup sama karung, kan nggak higienis, sudah membusuk juga. Nah, saya berusaha mencari pendingin kulkas tanpa listrik," kata Muhtaza Aziziya Syafiq yang akrab disapa Moza dalam perbincangan dengan detikcom, Kamis (22/5/2014). 

Moza yang pernah mengikuti Olimpiade Fisika tingkat nasional ini lantas mengingat satu hukum fisika, hukum gas ideal. Hukum itu menyatakan bahwa bila tekanan turun, maka suhu akan turun. 

"Jadi saya berpikir kalau bisa menurunkan tekanan suatu zat maka akan bisa menurunkan suhunya juga dong," tutur Moza.

Ide itu terpikirkan dalam ekstrakurikuler Karya Ilmiah Remaja (KIR) yang diikuti Moza. Dalam ekskul KIR ini Moza kemudian berpartner dengan kakak kelasnya, Anjani Rahma Putri. Mulailah mereka menerapkan hukum gas ideal itu untuk membuat kulkas buatan tanpa listrik.

Menariknya, Moza dan Anjani memakai barang-barang bekas untuk membuat perkakas tanpa listriknya. Moza menjelaskan alatnya itu dibuat dari kontainer plastik. Kontainer ini biasa untuk mewadahi pakaian yang biasanya dijual di supermarket. Kontainer itu dilapisi styrofoam di semua sisinya, kemudian dilapisi lagi dengan kertas aluminium.

Alat lainnya 2 kaleng dari bekas kemasan minuman bersoda diletakkan di dalam. Satu berisi arang dari kayu gelam yang sudah diproses, yakni direndam memakai cairan NaOH, serta dioven selama 1 jam dengan suhu 150 derajat Celsius. Satu kaleng lagi berisi alkohol 75% yang biasa dijual di apotek seharga Rp 3.000.

"Di daerah kami potensi besarnya kayu gelam, tapi itu digunakan untuk bangunan. Sisa-sisanya, yang bongkahan kecil itu dibuang jadi limbah. Jadi sayang kalau nggak digunakan, daripada digeletakkan saja di pinggir ya kami gunakan," jelas dara kelas 11 kelahiran Jakarta, 25 September 1997 ini. 

Satu alat lagi, yakni pompa vakum, yang dibuat dari botol bekas minuman bersoda. Pompa vakum ini dipasang di luar untuk menurunkan tekanan uap alkohol sehingga bisa dijerat arang aktif. Jadi, total untuk membuat alat ini 'hanya' membeli kontainer dan alkohol yang totalnya Rp 53 ribu.

Cara kerjanya, pompa vakum dioperasikan hingga 2 hingga 4 jam. Tujuannya, pompa ini menurunkan tekanan uap alkohol. Setelah uap alkohol diturunkan tekanannya, partikel uap itu dijerat oleh arang aktif. Hasilnya, bisa menurunkan suhu hingga 5,5 derajat Celsius. Suhu ini seperti suhu kulkas dan bisa dimanfaatkan untuk mengawetkan buah dan makanan. 

Moza mengatakan awalnya alat buatan mereka yang dinamakan 'Green Refrigerant Box' ini dilombakan di Olimpiade Peneliti Siswa Indonesia (OPSI) yang digelar Kemendikbud, Oktober 2013 lalu. Di ajang ini mereka meraih medali perak. Dari sini pula para pemenang diseleksi untuk mengikuti Intel ISEF (International Science and Engineering Fair) di Los Angeles, AS. Ternyata, juri di ajang Intel ISEF ini kepincut dengan alat buatan mereka. 

Hasil dari ajang Intel ISEF, mereka meraih peringkat ketiga di kategori Engineering Materials & Bioengineering dan mendapatkan hadiah senilai US$ 1.000 atau sekitar Rp 11 juta. Alat temuan mereka juga sukses menggaet US Agency for International Development (USAID) yang memberikan dana hibah sebesar U$ 10.000 atau sekitar Rp 100 juta. 

Moza mengatakan dana dari USAID ini rencananya untuk mengembangkan dan menyempurnakan kulkas tanpa listrik buatannya itu. Moza berharap, alat buatannya ini segera bisa diproduksi massal agar bisa bermanfaat buat warga di daerahnya yang suka defisit listrik sehingga hasil alamnya cepat membusuk.

Satu lagi yang didapat Moza dari ajang Intel ISEF, banyak yang menawarinya beasiswa untuk kuliah.


"Moza penginnya jadi ilmuwan atau peneliti yang kerja di lab. Di @america kemarin dari Kedubes AS sudah bilang, tinggal apply ke universitas mana yang dikehendaki, kalau lolos mereka bersedia memberikan beasiswa. Yang pertama pengin ke MIT (Massachusets Institute of Technology), terus Stanford. Ada saran dari Profesor di LIPI, disarankan masuk Edinburg, Inggris, ambil fisika. Sekarang sudah mulai apply-apply," kata dara yang hobi menulis karya ilmiah dan menari modern ini.

Pengalaman ke luar negeri pertama kalinya pada 11-16 Mei di Los Angeles membuatnya kegirangan. Moza mengaku bertemu beberapa pemenang Nobel bidang fisika dan kimia. 

Hal yang sama diungkapkan rekannya, Anjani, yang baru saja lulus Ujian Nasional (UN). "Ke luar negeri, excited, tapi jetlag, jam tidur kita beda jauh. Jam dua siang di Amerika saja saya sudah menguap-nguap," kata dara kelahiran Palembang 13 Januari 1997 ini.

Bila Moza ingin berkuliah di AS atau Inggris, Anjani sangat berharap diterima di Fakultas Teknologi Industri (FTI) Institut Teknologi Bandung (ITB). Dia juga ingin mendaftar kuliah di Jepang melalui program beasiswa pemerintah Jepang, Monbukagakusho. Cita-cita gadis yang memiliki hobi menulis esai ini, ingin berkarier menjadi peneliti atau terjun ke industri minyak dan gas. 

Yang tak kalah berperan adalah guru pembimbing mereka, Dimas Candra Atmaja (30). Ada yang menarik dari penuturan sang guru, bahwa kedua siswa didiknya ini bukanlah juara kelas, masuk 3 besar juga tidak. Jadi apa rahasianya?

"Mereka ini aktif bertanya, aktif mencari tahu. Saya sebagai guru hanya mendukung saja," kata sarjana pendidikan kimia dari Universitas Sebelas Maret ini ketika ditemui detikcom di Hotel Kaisar, Jalan Duren Tiga, Jakarta Selatan, Kamis kemarin. 

Sebagai guru, dia memberikan kesempatan seluas-luasnya buat para murid untuk mengeksplorasi ide. Ada satu pesan yang selalu disampaikannya. "Berbuat salah saat belajar itu tidak apa-apa. Jangan berbuat salah setelah purna belajar, seperti nanti kamu jadi pejabat, nanti efeknya merugikan masyarakat," tuturnya.

Sumber : news.detik.com

Pengusaha Muda yang Gigih Perjuangannya


Desi Priharyana (17), siswa kelas 1 SMKN 2 Jetis, terbilang pekerja keras. Di tengah keterbatasan ekonomi keluarga, dia ikut bekerja demi membantu biaya sekolah dan kehidupan keluarga. Desi melakukan pekerjaan apa saja yang penting halal, mulai berjualan slondok hingga menjadi buruh bangunan.


Rabu (22/1/2014) pagi, warga Dusun Taino, Desa Pendowoharjo, Kecamatan Sleman, ini berangkat sekolah dengan mengayuh sepeda dengan krombong hijau di jok belakang. Krombong itu berisi bungkusan-bungkusan slondok. Derasnya air hujan pagi itu tidak pernah menyurutkan niat pelajar kelas 1 SMKN 2 Jetis jurusan Teknik Konstruksi Batu dan Beton ini untuk terus mengayuh sepedanya sejauh 12 kilometer menuju sekolahnya di SMKN 2 Jetis, Kota Yogyakarta. 

Desi harus berjualan slondok di sepanjang jalan yang dilewatinya ketika berangkat dan pulang sekolah. Tak pernah sekalipun mulutnya mengucapkan kata mengeluh atau malu demi memenuhi biaya sekolah dan kebutuhan hidup keluarganya. 

"Kenapa harus malu, toh apa yang saya lakukan ini tidak melanggar hukum," terang Desi saat ditemui di sekolahnya, SMKN 2 Jetis, Kota Yogyakarta, Rabu (22/1/2014) siang. 

Desi mengaku sudah berjualan slondok sejak di bangku kelas 3 SMP. Sebelumnya, ia pernah beternak bebek, berjualan telor, tahu, dan tempe. Bahkan, dia juga pernah menjadi buruh bangunan. 

"Asal halal dan tidak merugikan orang lain, pekerjaan apa pun saya lakukan untuk bertahan hidup dan biayai sekolah," ucapnya. 

Desi tidak bisa bertahan lama menjadi peternak bebek dan buruh bangunan karena terbentur dengan jadwal sekolah. Akhirnya, dia memutuskan untuk menekuni bisnis makanan slondok. Selain modalnya kecil, dia juga memiliki saudara yang siap memasok slondok. 

"Modalnya dari ternak bebek. Awal beli slondok dengan uang 50.000. Sekarang modal saya sudah lumayan, ya sekitar 1 jutaan," katanya. 

Setiap hari Desi bisa membawa sekitar 25 bungkus slondok di dalam krombong-nya. Per hari rata-rata Desi mampu menjual 10-25 bungkus slondok. Untuk satu bungkus slondok dijual Rp 7.000. 

"Pembelinya ya orang-orang yang ada di pinggir jalan. Selain itu, guru-guru serta teman-teman sekolah. Satu bulan keuntungan bersih dari jualan slondok bisa sekitar Rp 200.000," kata Desi. 

Uang hasil penjualan slondok tersebut, menurutnya, digunakan untuk biaya hidup sehari-hari dan biaya sekolah ia dan adik perempuannya. Sisanya ditabung untuk biaya rencana kuliah. 

"Setiap hari, adik selalu saya kasih uang saku Rp 10.000. Ya, untuk uang transpor dan sekadar jajan," katanya. 

Sejak ibunya meninggal pada tahun 2000, kini Desi hidup bersama ayah dan seorang adiknya, Rini Dwi Lestari (15). Dulu, kata Desi, kehidupan keluarga bergantung kepada ayahnya yang bekerja sebagai buruh bangunan. Namun, setelah ibunya meninggal dan tawaran kerja untuk ayahnya berkurang, mau tidak mau sebagai anak pertama Desi harus ikut membantu perekonomian keluarga. 

"Selama hidup, saya tidak pernah meminta apa pun kepada orangtua, kecuali doa restu mereka," katanya.

Tetap berjuang mencari Rezeki yang halal, kisah Desi Penjual Slondok menjadikan motivasi kita untuk semangat dan Pantang semangat walau rintangan banyak menghalangi anda, serta Tawakal dan Do'a kepada Allah supaya Usaha anda diberikan Barokah dan Halal.

Friday, May 23, 2014

PROFIL DAN SEJARAH PTM




PROFIL PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN







Nama Program Studi                              : Pendidikan Teknik Mesin 


Jurusan/Departemen                               : Pendidikan Teknik dan Kejuruan 


Fakultas                                                  : Keguruan dan Ilmu Pendidikan 


Perguruan Tinggi                                     : Universitas Sebelas Maret 


Nomor SK pendirian PS                          : Nomor 10 Tahun 1976 


Tanggal SK pendirian PS                        : 8 Maret 1976 


Pejabat Penandatangan SK                    : Presiden Republik Indonesia 


Bulan & Tahun Dimulainya Penyelenggaraan PS : Maret 1976 


Nomor SK Izin Operasional                     : 140/DIKTI/Kep/ 2007 


Tanggal SK Izin Operasional                   : Tanggal : 21 Sept 2007 


Peringkat (Nilai) Akreditasi Terakhir         : A 


Nomor SK BAN-PT                                   : 047/BAN-PT/Ak-XIII/S1/II/2011 


Alamat Program Studi                              : Jl. Ahmad Yani No. 200 Pabelan, Kartasura Kampus V Pabelan FKIP UNS Surakarta 


No. Telepon Program Studi                     : (0271) 718419 


No. Faksimili Program Studi                   : (0271) 718419 


Homepage                                             : http://ptm.fkip.uns.ac.id


E-mail                                                    : ptm@fkip.uns.ac.id 





Sejarah 

Program Studi Pendidikan Teknik Mesin merupakan salah satu program studi yang dimiliki oleh Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan (JPTK) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.



Jurusan PTK FKIP Universitas Sebelas Maret berasal dari Fakultas Keguruan Teknik (FKT) IKIP Negeri Surakarta. IKIP Negeri Surakarta digabung dengan beberapa perguruan tinggi swasta di Surakarta menjadi Universitas Gabungan Surakarta (UGS). Selanjutnya Universitas Gabungan Surakarta diresmikan menjadi universitas negeri pada tanggal 11 Maret 1976 dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 10 tahun 1976 tertanggal 8 Maret 1976 bernama Universitas Negeri Surakarta Sebelas Maret dan disingkat UNS.



Universitas Sebelas Maret mempunyai sembilan fakultas, dua diantaranya adalah Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) dan Fakultas Keguruan (FKG). Pada tahun 1984 melalui Surat Keputusan Dirjen Dikti Nomor 39/DIKTI/1984, kedua Fakultas tersebut digabung menjadi satu, dan bernama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, selanjutnya disingkat FKIP UNS. Dengan digabungnya kedua Fakultas tersebut, jurusan-jurusan yang ada statusnya berubah menjadi program studi, sehingga program studi yang ada di FKIP UNS berjumlah 22. Ke-22 program studi tersebut dikelompokkan berdasarkan kedekatan jenis keilmuannya menjadi 6 kelompok atau jurusan. Salah satu dari 6 jurusan tersebut adalah jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan (JPTK), yang terdiri dari 2 program studi yaitu Program Studi Pendidikan Teknik Mesin (PTM) dan Program Studi Pendidikan Teknik Bangunan.

Sejak tahun 1976/1977 kedua prodi tersebut telah menerima mahasiswa jenjang Sarjana Muda (BSc). Mulai tahun akademik 1979/1980, jenjang sarjana muda dihapus dan kedua prodi tersebut mulai menerima mahasiswa jenjang Strata satu (S1).

Saat ini status akreditasi Program Studi Pendidikan Teknik Mesin adalah B dengan sertifikat akreditasi No. 06797/Ak-VIII-S1-036-USFCMM/VIII/2004 yang dikeluarkan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.